Home »
Pesan
,
Pesan Panglima TRWP
,
TRWP
,
Wawancara
,
WPRA
» Diplomasi dengan Negara-Negara Melanesia: Let us Do it In Melanesian Way
MELANESIA POST |
01.41 |
- Catatan dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua
Bendera Negara-Negara Melanesia yang Sudah Merdeka Saat ini (dari tabloidjubi.com)
Dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi
West Papua (
TRWP), Gen. TRP
Mathias Wenda lewat Secretary-General Lt. Gen. Amunggu Tabi mengirimkan pesan-pesan singkat ke Crew
PMNews dengan pesan berjudul: Menindaklanjuti Kunjungan para Menlu MSG Hari ini, Diplomasi di
Melanesia perlu diteruskan dengan motto:
"Let us Do It in Melanesian Way" bukan hanya diwarnai oleh motto:
"Let us Do It Because We are Melanesians."
Mendapatkan pesan itu,
PMNews menelepon MPP
TRWP dan menanyakan penjelasan lebih lanjut. Dalam penjelasan per telepon Gen. Tabi menyatakan
karena identitas, hargadiri dan martabat kita sebagai
orang Melanesia hanya terorientasi kembali saat kita berdiplomasi lewat
koridor, mekanisme dan jalur-jalur diplomasi ke-Melanesia-an" Kalau
tidak begitu, diplomasi bangsa Papua
pasti gagal, karena NKRI lebih duluan berjuang melawan penjajah, lebih
duluan merdeka serta punya negara dan di atas semua ini, dia lebih
duluan tahu menjajah pula. Jadi kekuatan Indonesia jangan kita anggap
remeh.
Berikut petikan wawancara.
Papua Merdeka News (PMNews):
Selamat pagi. Masih terlalu pagi, tetapi kami mendapat SMS tadi malam
menyangkut kedatangan para Menlu MSG hari ini. Kami mau minta penjelasan
lebih lanjut. Apakah bisa?
Tentara Revolusi West Papua (TRWP):
Kami sangat harapkan untuk mendapat telepon ini supaya bisa kami jelaslah lebih lanjut.
PMNews: Pertama minta penjelasan tentang dua kalimat dalam bahasa Inggris tadi supaya kami umum bisa paham maknanya.
TRWP:
Oh ya. Pertama, "Let us Do it in Melanesian Way"
artinya kita jangan lupa diri bahwa kita ini orang Melanesia, dan bahwa
orang tua kita sudah tahu berdiplomasi dari sejak nenek-moyang kita dan
kita sebagai satu keluarga Besar Melanesia masih memiliki budaya
diplomasi Melanesia itu masih hidup dan merakyat secara baik di seluruh
kawasan Melanesia sampai hari ini, bahkan sampai besok-pun. Jadi, selain
diplomasi yang telah berhasil dengan melamar West Papua
ke MSG dan ditindak-lanjuti dengan kunjungan ini, kita perlu topang
keberhasilan ini dengan pendekatan-pendekatan ke-Melanesia-an.
Artinya yang kedua ialah bahwa jangan kita terbatas melihat mereka
yang datang semua orang Melanesia jadi kita sama-sama orang Melanesia
menentang NKRI.
Kita perlu ingat bahwa mereka yang datang itu sama-sama dengan NKRI
mereka adalah anggota berbagai lembaga internasoinal, termasuk resmi di
dalam MSG, APEC, mungkin juga ASEAN
dan mereka semua sama-sama sesama anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Mereka dalam konteks hubungan internasional adalah sahabat, negara
tetangga, negara berkembang, negara-negara nob-blok. Sedangkan kita
orang Papua
bukan anggota dari semua ini. Secara rumpun kita sama, tetapi secara
hukum internasional mereka sama-sama satu barisan. Jadi kita jangan
terlalu berat menginjak kaki diplomasi kita di bingkai "Melanesia" saja
tetapi kita harus perluas bingkai itu ke ruang "ke-Melanesia-an"
sehingga komunikasi politik dan diplomasi dapat menembus ke alam sadar
dan alam bawah sadar, alam logika dan alam darah, daging dan nafas.
PMNews: Seperti biasanya dalam wawancara sebelumnya. Kami semakin tidak mengerti maksudnya. Bisa dijelaskan lebih praktis?
TRWP:
OK, to the point untuk kasus kunjungan yang
sedang berlangsung sekarang, ya. Pertama, kita harus sambut mereka yang
datang dengan menaikkan Upcakan Syukur kepada Tuhan, dan menyampaikan
terimakasih kepada Papua New Guinea, PNG, Solomon Islands, Vanuatu dan Kanaky.
Kalau para menteri yang datang itu melanggar atau tidak sesuai dengan
keputusan rapat MSG baru-baru lalu di Noumea, dan kalau Vanuatu
melakukan protes dan tidak mengirimkan Menlu-nya, dan setelah mereka
datang dan NKRI sendiri mengatakan kedatangan mereka untuk melakukan
hubungan bisnis antara West Papua dengan negara-negara Melanesia, maka jangan kita kebakaran jenggot.
Kita harus mengiyakan dan menyatakan,
"Ya betul. Indonesia betul, orang-orang Melanesia ini
datang untuk bisnis dengan kita. Mereka tidak datang untuk bicara atau
dukung Papua
Merdeka. Jadi biarkan mereka datang sekarang. Kali ini NKRI silahkan
undang, tetapi setelah kami bangun hubungan, besoknya NKRI tidak perlu
undang karena mereka datang ke orang-orang mereka sendiri, ke kampung
asal-usul mereka sendiri, ke penjaga dusun mereka sendiri yang mereka
tinggalkan 50.000 tahun lebih waktu itu. Jadi, NKRi tidak perlu
mengundang mereka lagi.
Itu yang dimaksud oleh Rt. Hon Powes Parkop, MP, Gubernur DIK Port Moresby, bahwa jangan kita orang Papua
di pulau New Guinea lihat pendekatan pemerintah PNG saat ini dengan
kacamata negativ terus. Politik sekarang ialah "politics
of engangement", politik untuk memulai melihatkan pihak lain dalam suatu
kegiatan (bisnis, dialog, politik, apa saja.)
Sasarannya ialah menyambung kembali hubungan antar orang Papua
atau antar orang Melanesia yang telah begitu lama terputus karena
isolasi geografis, karena penjajahan, karena dekolonisasi dan karena
neo-kolonialisme. Saat ini West Papua
dikunjungi sebagai salah satu dari Negara-negara Melanesia yang masih
diduduki dan dijajah pihak asing, dalam hal ini NKRI. Komunikasi lintas
Melanesia terputus.
Selama itu pula komunikasi antara
negara-negara Melanesia dengan negara Indonesia tidak pernah terjadi
dalam kaitannya dengan orang Melanesia di Tanah Papua
bagian Barat. Topik yang umumnya dibahas hanyalah basa-basi dan demi
"gentlemen's agreement" seperti perdagangan bebas, penanaman modal dan
kerjsama bisnis. Karena itu menang harus ada komunikasi, ada kunjungan
timbal-balik, ada saling menyapa dan saling menegur, saling bertanya
tentang isu-isu dan soal-soal apa saja antara NKRI dan negara-negara
Melanesia. Selama ini NKRI dan negara-negara Melanesia hadir di
forum-forum regional dan internasional membicarakan hal-hal yang tidak
prinsipil, tidak dari hati ke hati. Jangankan menyebut soal HAM,
menyebut nama “West Papua”-pun tidak pernah, hukumnya jadi “haram” dalam politik di kawasan Pasifik Selatan.
Itulah sebabnya Rt. Hon Powes Parkop,
MP menyerukan agar kita (maksudnya negara-negara Melanesia) jangan
berlama-lama berlaku seperti anjing dan kucing atau kucing dan tikus.
Kita ini manusia beradab, kita harus "enganged" dalam berbagai
kesempatan dan tempat, di berbagai peristiwa di semua lapisan
berkomunikasi dan bertukar pendapat dan aspirasi. Untuk itu kita harus
mulai di satu titik.
Untuk memnjelaskan maksud beliau, dan saya sebagai orang Melanesia, saya carita satu mob tahun 80-an, yang berjudul: “Bisa makan cicak ka?” Mob ini berisi cerita tentang dua pemuda Papua: gadis dan remaja Papua
yang selama sekolah di SMP mereka berkirim surat, dan suratnya penuh
dengan kata-kata mutiara yang dikutip dari buku-buku kata mutiara yang
mereka beli di toko-buku. Mereka tidak pernah bertatap-muka, mereka
hanya saling memandang dari jauh. Setelah sampai masuk ke SMA yang sama,
mereka punya kesempatan saling bertemu. Pada pertemuan pertama, mereka
berdua sama-sama bingung mau bicara tentang apa, siapa yang mulai bicara
dan bagaimana caranya memulai pembicaraan tentang cinta. Mungkin
sekitar 5 menit berlalu, tidak ada yang berani memulai cerita “cinta”.
Tiba-tiba dua ekor “cecak” jantan dan betina berkelahi di langit-langit
kelas di mana mereka duduk, dan jatuh “Buuup!” tepat di
tengah-tengah meja di mana mereka dua duduk membisu. Keduanya kaget,
tetapi si pemuda lebih duluan curi kesempatan. Belum satu detik setelah
cecak jatuh, dia langsung tanya si gadis, “Bisa makan cicak ka?” Lalu si gadis membalas, "Baru ko?"
Jadi, pertanyaan ini tidak punya makna apa-apa. Dan kalau ditanyakan
kepada si pemuda ini, dia tidak bisa menjelaskan kenapa ini pertanyaan
keluar dari mulutnya. Tetapi satu hal yang pasti dia akan jawab, “Ini
pemicunya, sehingga kami menjadi ‘engaged’ dalam percakapan lanjutan
tentang cinta ...”
Kejatuhan cecak inilah yang Rt. Hon Powes Parkop, MP katakan sebagai “politics of engagement”. Harus ada sesuatu dimulai, mesti ada pemicu yang menggiring (men-engage) NKRI dan orang Papua
(penghuni pulau New Guinea) untuk mulai berkomunikasi sebagaimana
manusia beradab dan negara demokratis. Pemicu itu tidak harus yang
terpenting dan yang dipuji oleh semua pihak. Ia mungkin yang dihujat
oleh orang Papua di Timur dan Barat pulau New Guinea, tetapi Indonesia harus di-“enganged” dalam hubungan antar kedua bangsa “bangsa Papua dan bangsa Indonesia”. "Bangsa Papua" atau "orang Papua" di sini semua orang penghuni pulau terbesar kedua di dunia: New Guinea.
Itu maksud pertama dengan pernyataan tadi. Kemudian...
PMNews: Mohon
maaf. Sekali lagi, minta maaf! Kami harus hentikan di sini. Waktu sudah
pagi dan para tamu sudah pasti mendarat. Kami akan lanjutkan wawancara
sebentar siang atau malam atau sore.
TRWP: OK Baik, nanti hubungi lagi. Terimakasih.
Category:
Pesan,
Pesan Panglima TRWP,
TRWP,
Wawancara,
WPRA
MPP TRWP: Central Defense Headquarters West Papua Revolutionary Army.
Taun 2015 paga Yabu Egu Bogo Eti Arar Eruok Nen, Nininggi Ambimo Wonggo Kaok
Pedal-Pedal Yurak Mea Arar Ma Email : koteka@papuapost.com paga erogo bino nda, ambi kinil wotninaburak kalok wa...