Organisasi Papua Merdeka (disingkat
OPM) adalah sebuah organisasi yang dibentuk pada tahun 1965 dengan tujuan membantu dan melaksanakan penggulingan pemerintahan yang saat ini berdiri di provinsi
Papua dan
Papua Barat di
Indonesia, sebelumnya bernama
Irian Jaya,
memisahkan diri dari Indonesia, dan menolak
pembangunan ekonomi dan modernitas. Menurut tokoh Papua
Nicolaas Jouwe, Organisasi Papua Merdeka dibentuk pada 1965 pada saat pecahnya peristiwa
Gerakan 30 September, oleh para serdadu
Belanda
di Papua dengan tujuan untuk memusuhi Republik Indonesia dan mengganggu
keamanan di wilayah paling timur dan paling baru negara Indonesia. Organisasi ini sempat mendapatkan dana dari pemerintah Libya pimpinan
Muammar Gaddafi dan pelatihan dari
grup gerilya New People's Army beraliran
Maois yang ditetapkan sebagai organisasi teroris asing oleh Departemen Keamanan Nasional Amerika Serikat.
Organisasi ini dianggap tidak sah di Indonesia. Perjuangan meraih
kemerdekaan di tingkat provinsi dapat dituduh sebagai tindakan
pengkhianatan terhadap negara. Sejak berdiri, OPM berusaha mengadakan dialog diplomatik, mengibarkan
bendera Bintang Kejora, dan melancarkan aksi militan sebagai bagian dari
konflik Papua. Para pendukungnya sering membawa-bawa
bendera Bintang Kejora
dan simbol persatuan Papua lainnya, seperti lagu kebangsaan "Hai
Tanahku Papua" dan lambang nasional. Lambang nasional tersebut diadopsi
sejak tahun 1961 sampai pemerintahan Indonesia diaktifkan bulan Mei 1963
sesuai
Perjanjian New York.
Sejarah
Graffiti OPM di Sentani,
Papua
Hubungan Belanda dan
Nugini Belanda sebelum perang berakhir dengan diangkatnya warga sipil Papua ke pemerintahan sampai pemerintahan Indonesia diaktifkan tahun 1963. Meski sudah ada perjanjian antara
Australia dan
Belanda tahun 1957 bahwa teritori milik mereka lebih baik bersatu dan merdeka, ketiadaan pembangunan di teritori
Australia dan kepentingan
Amerika Serikat
membuat dua wilayah ini berpisah. OPM didirikan bulan Desember 1963
dengan pengumuman, "Kami tidak mau kehidupan modern! Kami menolak
pembangunan apapun: rombongan pemuka agama, lembaga kemanusiaan, dan
organisasi pemerintahan. Tinggalkan kami sendiri!"
Walaupun Belanda menuntut agar rakyat Nugini Barat boleh menentukan nasib sendiri sesuai piagam PBB dan
Resolusi 1514 (XV)
Majelis Umum PBB dengan nama "Act of Free Choice", Perjanjian New York
memberikan jeda tujuh tahun dan menghapuskan wewenang PBB untuk
mengawasi pelaksanaan Akta tersebut. Kelompok separatis mengibarkan bendera Bintang Kejora Papua Barat pada
tanggal 1 Desember setiap tahunnya. Tanggal tersebut mereka anggap
sebagai hari kemerdekaan Papua. Kepolisian Indonesia berspekulasi bahwa
orang-orang yang melakukan tindakan seperti ini bisa dijerat dengan
tuduhan pengkhianatan yang hukumannya berupa kurungan penjara selama 7
sampai 20 tahun di Indonesia.
Pada bulan Oktober 1968,
Nicolaas Jouwe, anggota Dewan dan
Komite Nasional
Nugini yang dipilih Dewan pada tahun 1962, melobi PBB dan mengklaim
30.000 tentara Indonesia dan ribuan PNS Indonesia menindas penduduk
Papua. Menurut Duta Besar Amerika Serikat
Francis Joseph Galbraith, Menteri Luar Negeri Indonesia
Adam Malik
juga meyakini bahwa militer Indonesia adalah penyebab munculnya masalah
di teritori ini dan jumlah personilnya harus dikurangi sampai
separuhnya. Galbraith menjelaskan bahwa OPM "mewakili orang-orang
sentimen yang anti-Indonesia" dan "kemungkinan 85-90 persen [penduduk
Papua] mendukung OPM atau setidaknya sangat tidak menyukai orang
Indonesia".
Brigadir Jenderal
Sarwo Edhie mengawasi perancangan dan pelaksanaan
Act of Free Choice
pada 14 Juli sampai 2 Agustus 1969. Perwakilan PBB Oritiz Sanz tiba
pada 22 Agustus 1968 dan berulang-ulang meminta agar Brigjen Sarwo Edhie
mengizinkan sistem
satu orang, satu suara
(proses yang dikenal dengan nama referendum atau plebisit), namun
permintaannya ditolak atas alasan bahwa aktivitas semacam itu tidak
tercantum dalam Perjanjian New York 1962.1.025 tetua adat Papua dipilih dan diberitahu mengenai prosedur yang
tercantum dalam Perjanjian New York. Hasilnya adalah kesepakatan
integrasi dengan Indonesia.
Deklarasi Republik Papua Barat
Protes "Bebaskan Papua Barat" di Melbourne, Australia, Agustus 2012
Menanggapi hal tersebut,
Nicolaas Jouwe dan dua komandan OPM, Seth Jafeth Roemkorem dan
Jacob Hendrik Prai, berencana mendeklarasikan kemerdekaan Papua pada tahun 1971. Tanggal 1 Juli 1971, Roemkorem dan Prai mendeklarasikan
Republik Papua Barat dan segera merancang konstitusinya.
Konflik strategi antara Roemkorem dan Prai berujung pada perpecahan
OPM menjadi dua faksi: PEMKA yang dipimpin Prai dan TPN yang dipimpin
Roemkorem. Perpecahan ini sangat memengaruhi kemampuan OPM sebagai suatu
pasukan tempur yang terpusat.
Sejak 1976, para pejabat perusahaan pertambangan
Freeport Indonesia
sering menerima surat dari OPM yang mengancam perusahaan dan meminta
bantuan dalam rencana pemberontakan musim semi. Perusahaan menolak
bekerja sama dengan OPM. Mulai 23 Juli sampai 7 September 1977, milisi
OPM melaksanakan ancaman mereka terhadap Freeport dan memotong
jalur pipa slurry
dan bahan bakar, memutus kabel telepon dan listrik, membakar sebuah
gudang, dan meledakkan bom di sejumlah fasilitas perusahaan. Freeport
memperkirakan kerugiannya mencapai $123.871,23.
Tahun 1982, Dewan Revolusi OPM (OPMRC) didirikan dan di bawah
kepemimpinan Moses Werror, OPMRC berusaha meraih kemerdekaan melalui
kampanye diplomasi internasional. OPMRC bertujuan mendapatkan pengakuan
internasional untuk kemerdekaan Papua Barat melalui forum-forum
internasional seperti PBB,
Gerakan Non-Blok,
Forum Pasifik Selatan, dan
ASEAN.
Tahun 1984, OPM melancarkan serangan di
Jayapura,
ibu kota provinsi dan kota yang didominasi orang Indonesia
non-Melanesia. Serangan ini langsung diredam militer Indonesia dengan
aksi kontra-pemberontakan yang lebih besar. Kegagalan ini menciptakan
eksodus
pengungsi Papua yang diduga dibantu OPM ke kamp-kamp di
Papua Nugini.
Tanggal 14 Februari 1986, Freeport Indonesia mendapatkan informasi
bahwa OPM kembali aktif di daerah mereka dan sejumlah karyawan Freeport
adalah anggota atau simpatisan OPM. Tanggal 18 Februari, sebuah surat
yang ditandatangani "Jenderal Pemberontak" memperingatkan bahwa "Pada
hari Rabu, 19 Februari, akan turun hujan di
Tembagapura".
Sekitar pukul 22:00 WIT, sejumlah orang tak dikenal memotong jalur pipa
slurry dan bahan bakar dengan gergaji, sehingga "banyak slurry, bijih
tembaga, perak, emas, dan bahan bakar diesel yang terbuang." Selain itu,
mereka membakar pagar jalur pipa dan menembak polisi yang mencoba
mendekati lokasi kejadian. Tanggal 14 April 1986, milisi OPM kembali
memotong jalur pipa, memutus kabel listrik, merusak sistem sanitasi, dan
membakar ban. Kru teknisi diserang OPM saat mendekati lokasi kejadian,
sehingga Freeport terpaksa meminta bantuan polisi dan militer.
Dalam insiden terpisah pada bulan Januari dan Agustus 1996, OPM
menawan sejumlah orang Eropa dan Indonesia; pertama dari grup peneliti,
kemudian dari kamp hutan. Dua sandera dari grup pertama dibunuh dan
sisanya dibebaskan.
Bulan Juli 1998, OPM mengibarkan bendera mereka di menara air kota Biak di pulau
Biak. Mereka menetap di sana selama beberapa hari sebelum militer Indonesia membubarkan mereka.
Filep Karma termasuk di antara orang-orang yang ditangkap.
Tanggal 24 Oktober 2011, Dominggus Oktavianus Awes, kepala polisi
Mulia, ditembak oleh orang tak dikenal di Bandara Mulia, Puncak Jaya.
Kepolisian Indonesia menduga sang penembak adalah anggota OPM. Rangkaian
serangan terhadap polisi Indonesia memaksa mereka menerjunkan lebih
banyak personil di Papua.
Pada tanggal 21 Januari 2012, orang-orang bersenjata yang diduga
anggota OPM menembak mati seorang warga sipil yang sedang menjaga
warung. Ia adalah transmigran asal Sumatera Barat.
Tanggal 8 Januari 2012, OPM melancarkan serangan ke bus umum yang
mengakibatkan kematian 3 warga sipil dan 1 anggota TNI. 4 lainnya juga
cedera.
Tanggal 31 Januari 2012, seorang anggota OPM tertangkap membawa 1
kilogram obat-obatan terlarang di perbatasan Indonesia-Papua Nugini.
Obat-obatan tersebut diduga akan dijual di Jayapura.
Tanggal 8 April 2012, OPM menyerang sebuah pesawat sipil Trigana Air
setelah mendarat yang akan parkir di Bandara Mulia, Puncak Jaya, Papua.
Lima militan bersenjata OPM tiba-tiba melepaskan tembakan ke pesawat,
sehingga pesawat kehilangan kendali dan menabrak sebuah bangunan. Satu
orang tewas, yaitu Leiron Kogoya, seorang jurnalis Papua Pos yang
mengalami luka tembak di leher. Pilot Beby Astek dan Kopilot Willy
Resubun terluka akibat pecahan peluru. Yanti Korwa, seorang ibu rumah
tangga, terluka di lengan kanannya dan anaknya yang berusia 4 tahun,
Pako Korwa, terluka di tangan kirinya. Pasca-serangan, para militan
mundur ke hutan sekitar bandara. Semua korban adalah warga sipil.
Tanggal 1 Juli 2012, patroli keamanan rutin yang diserang OPM
mengakibatkan seorang warga sipil tewas. Korban adalah presiden desa
setempat yang ditembak di bagian kepala dan perut. Seorang anggota TNI
terluka oleh pecahan kaca. Tanggal 9 Juli 2012, tiga orang diserang dan tewas di Paniai, Papua.
Salah satu korban adalah anggota TNI. Dua lainnya adalah warga sipil,
termasuk bocah berusia 8 tahun. Bocah tersebut ditemukan dengan luka
tusuk di bagian dada.
Hari umum
- 1 Mei 1963 : Hari Aneksasi Papua (untuk Indonesia diperingati sebagai Hari Integrasi Papua)
- 1 Juli 1971 : Hari awal Kemerdekaan Papua
- 1 Desember 1961 : Hari Kemerdekaan Papua
Lihat pula
Referensi
- ^ http://www.eco-action.org/opm/
- ^ a b c Bishop, R. Doak; Crawford, James and William Michael Reisman (2005). Foreign Investment Disputes: Cases, Materials, and Commentary. Wolters Kluwer. hlm. 609–611.
- ^ a b c "Free Papua Movement (OPM)". Global Terrorism Database. University of Maryland, College Park. Diakses 2011-04-10.
- ^ Tokoh Papua: Belanda bentuk OPM untuk musuhi Indonesia, antaranews.com, 13 Mei 2014, diakses 13 Mei 2014.
- ^ Lintner, Bertil (January 22, 2009). "Papuans Try to Keep Cause Alive". Jakarta Globe. Diakses 2009-02-09.
- ^ Report on Netherlands New Guinea for the year 1961 http://wpik.org/Src/un_report_1961.html
- ^ U.S. Dept. of State Foreign Relations, 1961-63, Vol XXIII, Southeast Asia http://wpik.org/Src/950306_FRUS_XXIII_1961-63.html#Indonesia
- ^ Text of New York Agreement
- ^ Protest and Punishment Political Prisoners in Papua, Report by Human Rights Watch
- ^ New York Times, Papuans at U.N. score Indonesia, Lobbyists asking nations to insure fair plebiscite
- ^ National Security Archive at George Washington University, Document 8
- ^ New York Times interview July 5, 1969, interview May 10, 1969
- ^ Richard Chauvel (6 April 2011). "Filep Karma and the fight for Papua’s future". http://inside.org.au/. Diakses 18 April 2011.
- ^ Bagus BT Saragih and Nethy Dharma Somba. "Police hunt for OPM rebels". The Jakarta Post. Diakses 2011-10-26.
- ^ (dalam bahasa Indonesian) http://www.antaranews.com/en/news/79364/opm-gunmen-kill-civilian-in-kurilik-papua.
- ^ (dalam bahasa Indonesian) http://berita.liputan6.com/read/346831/anggota-tni-tewas-dalam-serangan-opm.
- ^ (dalam bahasa Indonesian) http://www.suarapembaruan.com/home/anggota-opm-tertangkap-bawa-ganja-sekilo-di-perbatasan/16696.
- ^ (dalam bahasa Indonesian) http://us.nasional.vivanews.com/news/read/302631-ditembaki-opm--pesawat-trigana-tabrak-rumah.
- ^ (dalam bahasa Indonesian) http://m.griyawisata.com/kota/regional/artikel/patroli-yon-431-kostrad-dihadang-opm-satu-warga-sipil-tewas.
- ^ (dalam bahasa Indonesian) http://news.detik.com/read/2012/07/09/184035/1961425/10/1-anggota-tni-2-sipil-tewas-dianiaya-di-papua-salah-satunya-bocah?nd992203605.
Rujukan
- Bell, Ian; Herb Feith; and Ron Hatley (1986). The West Papuan
challenge to Indonesian authority in Irian Jaya: old problems, new
possibilities. Asian Survey 26(5):539-556.
- Bertrand, Jaques (1997). "Business as Usual" in Suharto's Indonesia. Asian Survey 37(6):441-452.
- Evans, Julian (1996). Last stand of the stone age. The Guardian Weekend. August 24:p. T20.
- Monbiot, George. Poisoned Arrows: An Investigative Journey to the Forbidden Territories of West Papua
- van der Kroef, Justus M (1968). West New Guinea: the uncertain future. Asian Survey 8(8):691-707.
Pranala luar
|
|
Latar Belakang |
|
|
Pihak Terlibat |
|
|
Operasi Militer |
|
|
Insiden / Pelanggaran HAM |
|
|
Tokoh Papua |
|
|
Tokoh Non-Papua |
|
|
Lihat pula |
|
|